memuat…
Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan turun tangan secara langsung maupun tidak langsung, demi pembangunan berkelanjutan di Indonesia ke depan, Senin (29/5/2023). Foto/Keputusan Presiden
JAKARTA – Direktur Eksekutif Research and Consulting Voxpol Center Pangi Syarwi Chaniago membeberkan 5 dampak kecerobohan atau intervensi Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) di dalam pemilihan presiden 2024 . Diketahui, pernyataan kontroversial yang dilontarkan Presiden Jokowi jelang Pilpres 2024 mengundang pro dan kontra dari berbagai kalangan, terutama partai politik (parpol).
Pangi Syarwi Chaniago menilai, terlibat bahkan menyatakan secara terbuka tidak akan netral dalam proses pemilu 2024 merupakan pernyataan yang luar biasa di negara demokrasi. Meski, kata dia, hal itu dibungkus dengan alasan demi kepentingan bangsa dan negara, pembangunan berkelanjutan, stabilitas politik, dan berbagai alasan lainnya.
“Kebijaksanaan presiden dalam menentukan penggantinya bisa menimbulkan keraguan dan ketidakpercayaan dalam proses politik yang lebih luas,” kata Pangi kepada wartawan, Jumat (2/6/2023).
Karena itu, menurut Pangi, penting menjaga keseimbangan antara stabilitas politik dan prinsip dasar demokrasi. Pangi mengatakan, publik sebagai pemegang kedaulatan harus sangat skeptis terhadap pernyataan-pernyataan demi kepentingan bangsa dan negara atau mengatasnamakan rakyat yang sering digunakan untuk menutupi agenda dan kepentingan tersembunyi untuk kepentingan pribadi dan golongan atau golongan tertentu.
“Daripada melayani kepentingan bangsa dan negara, Jokowi lebih memilih untuk melindungi kepentingan pribadi dan kelompoknya, mempertahankan pengaruh politiknya, dan kekebalan hukum dari kemungkinan ditemukannya kebijakan yang bermasalah,” katanya.
Pangi melihat ada lima dampak negatif yang perlu mendapat perhatian serius menyusul intervensi Presiden Jokowi dalam menentukan penggantinya di Pilpres 2024.
Pertama, netralitas kelembagaan. Ia menilai intervensi Jokowi dapat mengaburkan garis pemisah antara kekuasaan eksekutif dengan lembaga negara lainnya. Menurutnya, pemerintah yang seharusnya netral dalam memfasilitasi pemilu dan menjamin proses demokrasi dinilai tidak objektif.