memuat…
Kehidupan yang lambat adalah kehidupan yang sederhana tanpa ambisi. Belakangan ini, hal ini menjadi trend dan banyak dibicarakan oleh orang-orang. Foto/Ilustrasi/Freepik
JAKARTA – Hidup ini lambat adalah hidup santai tanpa ambisi. Hal ini akhir-akhir ini menjadi trend dan banyak dibicarakan oleh masyarakat di segala lapisan masyarakat, termasuk remaja dan anak muda.
Lantas bagaimana jika konsep slow life diterapkan pada anak-anak? Apakah itu akan mempengaruhi psikologinya?
Psikolog dan Co-Founder Dandelion House, Orissa Anggita Rinjani mengatakan, penerapan slow life pada anak bisa mengurangi kebosanan. Sehingga mereka bisa hidup tanpa stres.
“Jadi (hidup pelan) membuat anak tidak stres,” ujarnya kepada MNC Portal saat ditemui di Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Garuda, Jakarta Timur, Kamis (21/7/2023).
Selanjutnya, lihat agenda beberapa anak yang overschedule (agenda padat). Jika terlalu sibuk, anak kemudian bisa menjadi stres, karena waktunya dibatasi oleh agenda.
Stres pada anak-anak ini, kata dia, bisa diakibatkan berbagai sebab. Misalnya, anak mudah marah, dan tindakan emosional lainnya yang berdampak negatif pada perilaku bayi.
“Saat stres, akan muncul masalah emosi dan masalah perilaku. Semakin banyak anak yang memukul temannya, menjadi agresif karena kurangnya kesempatan untuk istirahat,” jelasnya.
Oleh karena itu penerapan slow life pada anak mengajarkan bagaimana segala sesuatu bisa dilakukan dalam waktu. Sekaligus memberikan pemahaman tentang tujuan hidup yang sebenarnya, agar masa kecil ini tidak hilang hanya karena masa kecilnya sibuk belajar.
“Anak-anak butuh bermain, tidak menyekolahkan, mengerjakan PR. Mereka masih pekerja lepas,” pungkasnya.
(hari)