memuat…
Terdakwa kasus penghalangan proses penyidikan pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J, AKP Irfan Widyanto akan menjalani sidang pembacaan vonis, Jumat (24/2/2023). Foto/Dok. SINDOnews
JAKARTA – Terdakwa kasus penghalangan proses peradilan mengusut kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J , AKP Irfan Widyanto akan menjalani sidang pembacaan vonis, Jumat (24/2/2023). Pengacara Irfan Widyanto, Riphat Senikantara, berharap kliennya dibebaskan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan .
“Menurut kami, merujuk pada fakta persidangan, seharusnya klien kami dibebaskan,” kata Riphat kepada wartawan, Selasa (21/2/2023). Baca juga: AKP Irfan Widyanto mengaku tak kuasa menolak perintah Ferdy Sambo
Riphat mengatakan, ada beberapa hal yang bisa menjadi pertimbangan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengapa kliennya bisa dibebaskan.
Pertama, fakta di persidangan jelas Irfan Widyanto mendapat instruksi penggantian DVR CCTV di sekitar rumah dinas. Freddy Sambo di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan. “Harus diingat, ini atas persetujuan Bareskrim Polres Jakarta Selatan,” ujar Riphat.
Riphat mengatakan, Irfan juga tidak mengetahui menahu soal itu setelah CCTV DVR diserahkan ke Polres Jaksel. Dia tidak tahu kalau CCTV DVR itu sebenarnya diserahkan ke Chuck Putranto atas perintah Ferdy Sambo.
Riphat menambahkan, kliennya sama sekali tidak mengetahui isi rekaman di DVR CCTV tersebut. Tugasnya hanya mengamankan CCTV untuk barang bukti ke Polres Jaksel.
“Ini sama seperti waktu saya suruh karyawan saya beli pisau, saya pakai pisau untuk tikam orang. Ya karyawan saya tidak tahu apa-apa, tidak mau dihukum,” lanjutnya.
Kedua, alasan lain Irfan dibebaskan karena dialah yang pertama kali membeberkan fakta CCTV di sekitar rumah dinas Ferdy Sambo kepada pimpinan Polri. Irfan membeberkan fakta soal CCTV DVR kepada pimpinan Polri pada 21 Juli 2022.
Hal itu dilakukan 3 hari setelah pengacara keluarga Brigadir J membuat laporan polisi (LP) terkait rencana pembunuhan tersebut. “Irfan-lah yang pertama kali jujur kepada pimpinan Polri. Kalau tidak salah, Eliezer mulai jujur dan mengungkap fakta sebenarnya pada 8 Agustus 2022, sedangkan Irfan sudah menyampaikan fakta sebenarnya. kepada Pimpinan Polri sejak 21 Juli 2022,” jelasnya.
Dalam kasus ini, Irfan Widyanto memang dipanggil pimpinan Polri. Dalam pertemuan itu, Irfan membeberkan siapa yang menyuruhnya mengambil DVR CCTV tersebut. Baca juga: Kemenkumham Siapkan Grasi Tambahan untuk Richard Eliezer
Menurut Riphat, kejujuran kliennya juga perlu dihormati seperti Bharada E. Apalagi, Irfan jujur dulu dengan pimpinan Polri.
“Jadi kalau bicara kejujuran, berarti Irfan lebih jujur. Sebelum ada tekanan, Irfan langsung lapor ke pimpinan Polri. Eliezer dan Irfan, keduanya tidak sesuai kode etik. Sidang. Saya kira ini bentuk obyektivitas institusi Polri, ya tunggu kepastian hukum pidananya, sebelum memutuskan nasib anggotanya di sidang kode etik profesi,” ujarnya.
(hari)