Memuat…
Rebekah Anintha Miyagi. GAMBAR/DOC KORAN SINDO
Rebekah Anintha Miyagi
Karyawan di Dewan Layanan Keuangan
Tahun ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis hasil Kajian Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang menunjukkan peningkatan signifikan indeks literasi Indonesia dari 38,03% pada 2019 menjadi 49,68% pada 2022. Indikator Literasi Keuangan terdiri dari pengetahuan (knowledge), keterampilan, kepercayaan diri, sikap, dan perilaku. Masing-masing indikator tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan indeks literasi keuangan.
Berdasarkan studi Nielsen (2020), diproyeksikan pada tahun 2028, perempuan akan mendominasi hingga 75% pengeluaran dunia (tidak termasuk pengeluaran untuk sandang, pangan, dan papan). Berdasarkan proyeksi tersebut, dapat disimpulkan bahwa perempuan akan menunjukkan perilaku yang lebih konsumtif.
Melihat kembali indeks literasi yang masih berada pada level 49,68%, masyarakat Indonesia khususnya perempuan perlu dibekali dengan pendidikan untuk meningkatkan literasi keuangan agar dapat mengambil keputusan yang bijak mengenai keuangannya. Namun berdasarkan SNLIK dari tahun ke tahun, indeks literasi keuangan perempuan selalu lebih rendah dibandingkan laki-laki.
Untuk itu, OJK sebagai pelopor edukasi keuangan bagi masyarakat Indonesia perlu meningkatkan fokus untuk meningkatkan literasi keuangan di kalangan perempuan. Kegiatan peningkatan literasi keuangan bagi perempuan menjadi penting karena perempuan memiliki beberapa peran, mulai dari menjadi ibu dan sebagai penggerak ekonomi masyarakat melalui kewirausahaan.
Proyeksi dominasi perempuan dalam pembelanjaan juga dapat menunjukkan bagaimana perempuan akan menjadi penggerak ekonomi di masa depan. Peran ini bahkan dapat dilihat dari komunitas terkecil dalam masyarakat yaitu keluarga. Perempuan sebagai ibu dalam sebuah keluarga berperan untuk dapat meningkatkan literasi keuangan seluruh anggota keluarga terutama anak-anak agar melek huruf sejak dini.
Berawal dari hal-hal kecil, seorang ibu juga dapat meningkatkan literasi keuangan anaknya dengan mengajarkan “need vs want” agar anak lebih bijak dalam menggunakan uangnya.OJK telah berkontribusi dalam membantu para ibu meningkatkan literasi keuangan anaknya melalui Buku Seri Literasi Keuangan. Agar peran ibu dalam literasi keuangan anak tetap terjaga, diperlukan program khusus seperti pendekatan di tingkat komunitas seperti sekolah. Selain itu, diperlukan juga kurikulum di Indonesia yang mengakomodasi literasi keuangan bagi anak.
Jordan Rosenfeld, dalam artikel financial-literacy-around-world (2022) menyebutkan, penggunaan kurikulum pendidikan sebagai cara untuk meningkatkan literasi keuangan telah berhasil mengangkat tiga negara di Eropa, yaitu Norwegia, Swedia, dan Denmark, naik peringkat. pertama di dunia sebagai negara dengan tingkat literasi keuangan tertinggi.
Misalnya, di Denmark, pendidikan keuangan menjadi mata pelajaran wajib bagi siswa kelas 7 hingga 9. Norwegia dan Swedia melakukan pendekatan pemuda dengan memberikan pendidikan keuangan pribadi dengan tujuan membantu pemuda mencapai prestasi keuangan yang relevan dengan kehidupan sehari-hari. seperti membeli rumah dan mempersiapkan masa pensiun.
Sehubungan dengan itu, untuk mengoptimalkan peran perempuan sebagai ibu dalam meningkatkan literasi keuangan, OJK dapat bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi untuk mengembangkan kurikulum yang tidak hanya mencerdaskan siswa (dan/atau mahasiswa), tetapi juga anak-anaknya. keluarga.