Memuat…
Wakil Presiden KH Maruf Amin berharap putusan Mahkamah Konstitusi terkait uji materil atau uji materi pasal UU Pemilu Sistem Proporsi Terbuka sesuai dengan empat prinsip pemilu yang adil dan terbuka. Foto/Dok
JAKARTA – Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materil atau judicial review UU (UU) No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), pasal Open Proportional System diharapkan dapat memenuhi empat prinsip pemilu yaitu jujur, adil, transparan dan terbuka. Hal itu ditegaskan Wakil Presiden (Wakil Presiden) Ma’ruf Amin.
“Kami berharap itu akan menjadi keputusan MK Itu sesuai dengan prinsip pemilu yaitu jujur, adil, transparan, dan terbuka,” kata Wapres dalam keterangannya, Sabtu (7/1/2023).
Wapres menjelaskan, secara konstitusional, soal revisi undang-undang pemilu menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi. Oleh karena itu, setiap pihak yang berkepentingan dalam hal ini perlu bersabar dengan proses review materi yang perlu ditempuh.
“Kekuasaan itu ada di MK. Oleh karena itu, kita tunggu saja. Dan saya kira semua menunggu. Karena putusan MK itu mengikat,” ujar Wapres.
Baca juga: Penjelasan Ujian Materi Tolak PKB pada Sistem Proporsi Terbuka
Hingga saat ini, kata Wapres, sistem pemilu yang digunakan masih sistem proporsional terbuka. Menurutnya, jika Mahkamah Konstitusi menilai sistem ini yang terbaik, tentu akan dipertahankan.
“Nanti kalau pandangan sebagian besar orang itu benar, itu yang terbaik ya, kita berharap MK juga (pandangan seperti itu),” katanya.
Seperti diketahui, sebanyak enam orang yakni Demas Brian Wicaksono (pemohon I), Yuwono Pintadi (pemohon II), Fahrurrozi (pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (pemohon IV), Riyanto (pemohon V), dan Nono Marijono (pemohon VI) mengajukan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dengan sistem proporsional terbuka kepada MK. Permohonan tersebut terdaftar dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022.
Jika permohonan uji materil disetujui oleh Mahkamah Konstitusi, maka sistem pemilu 2024 mendatang akan berubah menjadi sistem proporsional tertutup. Sistem ini memungkinkan pemilih hanya diberi logo partai politik (parpol) di surat suara, bukan nama kader partai peserta pemilu legislatif (pileg).
(maaf)